Skip to content

Perbedaan VM dan Docker Container, Mana yang Lebih Baik

  • DevOps
Docker

Dalam lanskap komputasi modern yang didominasi oleh komputasi awan dan arsitektur aplikasi yang kompleks, kebutuhan akan metode yang efisien dan skalabel untuk menerapkan dan mengelola perangkat lunak semakin mendesak. Kondisi ini telah mendorong popularitas dua solusi utama: Docker dan Virtual Machines (VM). Meskipun keduanya bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang terisolasi, pendekatan fundamental mereka berbeda secara signifikan. Memahami perbedaan-perbedaan ini sangat penting untuk memilih opsi yang paling sesuai dengan kebutuhan spesifik sebuah proyek atau bisnis.

Virtual Machine (VM) pada dasarnya adalah sistem komputer berbasis perangkat lunak yang beroperasi di dalam komputer fisik utama. VM meniru fungsionalitas mesin fisik sejati, namun memanfaatkan sumber daya perangkat keras dari komputer host—seperti CPU, RAM, dan penyimpanan—melalui sebuah lapisan yang dikenal sebagai hypervisor. Hypervisor adalah komponen inti yang memungkinkan banyak VM berjalan secara bersamaan pada satu sistem fisik.

Fungsinya adalah membagi dan mengalokasikan sumber daya perangkat keras di antara berbagai VM, sekaligus menjaga isolasi total antar mereka. Setiap VM menjalankan sistem operasi tamu (guest operating system) sendiri, yang berfungsi secara independen dari sistem host. Ini memungkinkan pengguna untuk menjalankan lingkungan OS yang beragam pada satu komputer fisik, misalnya, mengoperasikan Linux di dalam sistem Windows, atau sebaliknya. Virtualisasi yang disediakan oleh VM menjadikannya solusi ideal untuk pengujian, pengembangan, atau menjalankan aplikasi yang memerlukan fungsionalitas sistem operasi penuh dan tingkat isolasi yang tinggi.

Sebaliknya, Docker adalah sebuah platform yang memberdayakan pengembang untuk mengemas aplikasi bersama dengan semua komponen yang diperlukan ke dalam unit yang ringkas dan portabel, yang disebut kontainer. Setiap kontainer mencakup semua elemen esensial yang dibutuhkan aplikasi agar dapat berfungsi, termasuk kode program, libraries, dan utilitas sistem.

Desain ini memastikan aplikasi dapat beroperasi secara konsisten di berbagai lingkungan, baik itu laptop pengembang, pusat data, atau server cloud. Kontainer Docker tidak memerlukan sistem operasi lengkap mereka sendiri; sebaliknya, mereka berbagi kernel OS dari host. Pendekatan ini menghasilkan kecepatan eksekusi yang lebih tinggi dan efisiensi sumber daya yang lebih baik.

Arsitektur inti Docker terdiri dari tiga komponen utama: Docker Engine, perangkat lunak inti yang bertanggung jawab untuk membuat dan menjalankan kontainer; Docker Images, yang merupakan blueprint atau cetak biru yang telah ditentukan sebelumnya yang digunakan untuk menghasilkan kontainer; dan Docker Hub (atau registries), yang berfungsi sebagai repositori berbasis cloud untuk mengunggah, menyimpan, dan mendistribusikan image Docker.

Docker beroperasi berdasarkan model client-server, di mana Docker Client berinteraksi dengan Docker Daemon (server) untuk mengelola dan mengontrol kontainer. Konektivitas jaringan dan pembagian data antar kontainer diatur melalui virtual bridges dan volumes. Pendekatan berbasis kontainer ini telah menjadikan Docker sangat populer untuk microservices, aplikasi cloud-native, dan continuous deployment pipelines, karena kemampuannya dalam menjamin kinerja yang konsisten di seluruh lingkungan.

Meskipun berbeda dalam implementasi, Docker dan VM memiliki kesamaan tujuan fundamental. Keduanya menyediakan lingkungan terisolasi, memungkinkan banyak aplikasi berjalan pada satu mesin tanpa saling mengganggu. Keduanya meningkatkan portabilitas, yang berarti aplikasi dan dependensinya dapat dikemas dan diterapkan secara konsisten di berbagai sistem. Baik Docker maupun VM digunakan secara luas untuk meningkatkan skalabilitas, menyederhanakan proses pengujian, dan meningkatkan fleksibilitas penerapan dalam lingkungan perangkat lunak modern. Selain itu, mereka mendukung fitur-fitur penting seperti system snapshots, replikasi, dan rollback, yang menjadikannya solusi yang andal untuk mengelola status sistem dan memastikan kemampuan pemulihan. Baik Docker dan VM juga memungkinkan alokasi sumber daya seperti CPU, memori, dan penyimpanan, yang krusial untuk mengoptimalkan kinerja aplikasi. Secara keseluruhan, meskipun Docker dan VM melayani tujuan yang sama dalam menyediakan lingkungan terisolasi untuk aplikasi, mereka sangat berbeda dalam arsitektur dan metode yang digunakan untuk mencapai isolasi tersebut.

Untuk lebih memahami perbedaan kunci, mari kita bandingkan Docker dan Virtual Machines berdasarkan beberapa fitur utama:

FiturDockerVirtual Machine (VM)
ArsitekturMenggunakan virtualisasi berbasis kontainer; berbagi host OS kernel.Menggunakan virtualisasi berbasis hypervisor; setiap VM menjalankan OS-nya sendiri.
Waktu BootMulai dalam hitungan detik.Membutuhkan beberapa menit karena setiap VM memuat OS penuh.
Penggunaan Sumber DayaRingan dan efisien.Heavyweight dan intensif sumber daya.
PortabilitasSangat portabel; berjalan konsisten di berbagai sistem.Kurang portabel; bergantung pada lingkungan hypervisor.
Lapisan VirtualisasiMenggunakan virtualisasi berbasis kontainer di tingkat aplikasi.Menggunakan virtualisasi penuh dengan kernel OS sendiri.
Mesin EksekusiBerjalan di Docker Engine.Berjalan menggunakan hypervisor.
KeamananLebih bergantung pada keamanan host OS, relatif kurang terisolasi.Menawarkan keamanan lebih kuat melalui isolasi hypervisor.
PerformaKecepatan mendekati native.Lebih lambat karena overhead OS.
SkalabilitasDapat menjalankan banyak kontainer secara bersamaan, bahkan pada perangkat keras sederhana.Hanya dapat menjalankan beberapa VM pada mesin yang sama karena tuntutan sumber daya yang tinggi.
Kemudahan PenggunaanAgak kompleks; menggunakan Docker dan third-party tools.Lebih mudah digunakan dengan simple management tools.

Docker sangat cocok untuk pengembang yang membutuhkan kecepatan dalam membangun, menguji, dan menerapkan aplikasi. Ini bekerja sangat efektif dengan arsitektur microservices, di mana setiap layanan dapat berjalan dalam kontainernya sendiri. Docker juga merupakan pilihan yang sangat baik untuk CI/CD (Continuous Integration and Continuous Delivery/Deployment) pipelines karena memungkinkan pengujian dan penerapan yang cepat dan berulang. Aplikasi cloud-native juga sangat diuntungkan dari penggunaan Docker, karena menjamin kinerja yang konsisten di berbagai lingkungan cloud. Untuk pengguna akhir, Docker adalah pilihan ideal ketika ingin meng-host aplikasi sendiri di home server, atau dengan cepat menjalankan aplikasi ringan seperti situs web pribadi, database kecil, atau media server tanpa perlu menginstalnya secara langsung di sistem operasi utama. Mengingat kontainer yang ringan dan waktu startup yang cepat, Docker paling tepat digunakan ketika kecepatan, skalabilitas, dan konsistensi adalah prioritas utama.

Di sisi lain, Virtual Machines sangat tepat ketika kebutuhan melibatkan menjalankan banyak sistem operasi pada satu komputer fisik atau ketika pengujian perangkat lunak di berbagai lingkungan OS yang berbeda. VM paling umum digunakan untuk aplikasi high-security yang memerlukan tingkat isolasi yang sangat kuat, serta untuk menjalankan perangkat lunak legacy yang memiliki ketergantungan pada sistem operasi penuh. Administrator sistem juga sering menggunakan VM untuk mengelola lingkungan server lengkap secara efisien dan aman. Untuk pengguna akhir, Virtual Machines sangat berguna ketika ingin menjalankan aplikasi yang dirancang untuk sistem operasi yang berbeda dari OS utama mereka. Misalnya, VM sangat efektif jika pengguna Linux (atau Mac) perlu menjalankan aplikasi Windows tertentu. VM juga ideal untuk homelab setups di mana pengguna menginginkan kontrol penuh atas sistem operasi, isolasi yang kuat antara sistem virtual, dan opsi pemulihan yang andal.

Pada akhirnya, baik Docker maupun Virtual Machines adalah alat yang berharga bagi pengembang dan organisasi untuk mengisolasi workloads dan meningkatkan pemanfaatan sumber daya. Keputusan untuk menggunakan Docker atau VM harus didasarkan pada evaluasi cermat terhadap kebutuhan spesifik proyek, termasuk prioritas terkait kinerja, keamanan, fleksibilitas, dan skalabilitas. Kedua teknologi ini akan terus berperan penting dalam evolusi arsitektur aplikasi dan manajemen infrastruktur.